Pengalaman Untuk Anak Muda
Nama saya Wahyu Dewanto, umur 49 tahun dan saat ini tercatat
sebagai mahasiswa S-3 Manajemen Pendidikan Islam di IAIN Sulthan Thaha Jambi.
Motivasi saya kuliah di usia yang sudah tidak muda lagi
adalah meneruskan cita-cita yang tertunda pada waktu muda dulu.
Saya adalah anak pertama dari enam orang bersaudara yang
dari orang tua yang tidak mampu secara finansial untuk menyekolahkan
anak-anaknya. Kedua orang tua saya juga bukan orang yang berpendikan bahkan
untuk makan sehari-hari pada waktu itu sangat kesulitan.
Dengan bantuan saudara bapak saya akhirnya bisa
menyelesaikan studi SMA dan merantau ke kota Medan dari Semarang ikut saudara
Bapak yang membantu pendidikan dari dasar hingga menengah untuk menggapai
cita-cita mengenyam pendidikan tinggi dan diterima di FISIP Universitas
Sumatera Utara Medan.
Mengingat dan menimbang keadaan keluarga di Semarang yang
hidup kesusahan saya akhirnya rela meninggalkan status mahasiswa demi membantu
orang tua dan adik-adik yang ada di Semarang dan bekerja sebagai mekanik di
sebuah perusahaan di Medan, dan ini berjalan selama hampir lima tahun.
Setelah ada dua adik yang tamat sekolah menengah dan mulai
bekerja sehingga dapat membantu orang tua hati mulai terusik dan ingin
merantau, berpetualang seperti dalam cerita-cerita komik HC Andersen yang biasa
saya baca di perpustakaan komik waktu SD dulu di kota Semarang.
Resign dari pekerjaan sebagai seorang mekanik, kota
Batam adalah tujuan karena kota Batam di tahun 1992 pada waktu itu adalah
sangat terkenal kemajuannya berkat
Menristek yang kelak menjadi presiden RI pengganti Jenderal Besar Soeharto.
Berbekal dengan simpanan gaji yang tidak seberapa
petualangan pun dimulai di kota Batam. Dengan menumpang bus ke Pekanbaru dari
Medan dilanjutkan dengan perahu ke Selat Panjang di kota pulau sebuah kabupaten
provinsi Riau sampailah di kota Batam
walaupun speed boat hampir tenggelam diterjang gelombang yang sangat
tinggi sehingga hampir seluruh penumpang menjerit dan menangis.
Tiba di Batam ternyata tidak seindah yang dibayangkan karena
tidak punya saudara, tidak ada handai dan taulan untuk sekedar istirahat ditambah
biaya makan yang tinggi maka diputuskan untuk menginap di sebuah hotel kelas
bawah dan tidur diantara alat-alat kebersihan agar biaya murah.
Sebelum uang yang tersisa benar-benar habis diputuskan untuk
kembali ke pulau Sumatera karena Batam benar-benar tidak bisa diharapkan karena
sudah beberapa hari mencari pekerjaan tidak kunjung didapat.
Sesampai di pulau Sumatera kembali, tepatnya di Pekanbaru
persoalan muncul. Rasanya tidak ingin kembali ke Medan dengan membawa
kekalahan, atau pulang ke Semarang juga membawa kegagalan. Diputuskanlah
merantau ke suatu daerah dimana orang tidak ada yang kenal dan tidak malu
melakukan apapun.
Tanpa tujuan dari Pekanbaru menumpang bis jurusan Jawa
Sumatera turun di terminal kota Sarolangun di provinsi Jambi. Sebuah kota kecamatan
kecil pada waktu itu dengan harapan
dapat mengamalkan ilmu yang didapat sebagai mekanik hampir lima tahun. Setelah seharian jalan di sekitar terminal
semua terasa sepi hati mengatakan bahwasanya ilmu mekanik yang ada tidak
berguna dan harus ke kota yang lebih besar lagi yakni di ibu kotanya di kota
Jambi.
Esoknya perjalanan dengan membawa koper berisi beberapa
potong baju dan selembar ijazah SMA dan surat pengalaman kerja kembali
dilanjutkan ke kota Jambi. Sesampai di Jambi yang pertama dicari adalah kampus
Universitas Jambi karena biasanya di sekitar kampus terdapat tempat kost dengan
harga yang murah.
Benar saja, di Jambi tahun 1992 waktu itu di saku tinggal
tersisa uang Rp 90.000,- dan digunakan untuk membayar kost selama 3 bulan
senilai Rp 30.000,-, bayar catering sebulan Rp 30.000,- dan sisa Rp 30.000,-
dibuat cadangan untuk mencari pekerjaan.
Selama sebulan lebih pekerjaan tidak didapat, uang sudah
benar-benar habis total sehingga benar-benar tidak mempunyai apa-apa untuk di
makan karena jatah catering sudah selesai. Kebetulan waktu itu adalah bulan
puasa sehingga bisa berpuasa tanpa sahur dan bisa berbuka puasa di masjid yang
menyediakan buka puasa berupa nasi. Pernah karena jarang sahur, habis makan
perut rasanya mual dan apa yang dimakan hasil pemberian masjid di muntahkan
kembali.
Kesabaran akhirnya membuahkan hasil, dan kerja pertama
adalah diterima bekerja sebagai wartawan sebuah harian lokal di Jambi. Sebuah tantangan
baru yang tadinya bergulat dengan mesin-mesin kini harus bergulat dengan deadline
dan mesin ketik manual untuk membuat berita. Sayang, baru satu tahun koran
tutup karena ada konflik internal.
Karena memang butuh pekerjaan, tawaran menjadi penjaga malam
di kantor yang kini sepi tak terpakai karena semua aktifitas berhenti tak
dilewatkan. Selama jadi wartawan memang sudah bisa mengontrak sebuah rumah
bedeng dan membeli beberapa peralatan dapur untuk memasak sendiri.
Mulailah profesi sebagai penjaga malam dengan seorang rekan
yang akhirnya menjadi bapak angkat yang sangat bijaksana sehingga hampir tiap
malam selama beberapa bulan selalu berceria berbagi suka dan duka. Tentang
pengalamannya sebagai pejuang, karirnya sebagai sipir penjara hingga dipercaya kepala tata tertib penjara hingga pensiun dan
lain sebagainya.
Suatu hari dengan bijak Pakde Diro, rekan kerja sekaligus
bapak angkat seperti biasa bercerita hingga tengah malam bahkan hampir
menjelang pagi. Nasehat yang diberikannya sangatlah membekas hingga kini.
Katanya, saya harus segera berhenti menjadi penjaga malam dan meneruskan kuliah
biar kehidupan bisa berubah.
Nasehat tersebut terus terngiang sehingga dengan tekat bulat
saya mencari kerja yang lain yang lebih baik dan diterima sebagai seorang
tenaga pemasaran (salesman) sebuah dealer mobil. Dan di dealer mobil inilah saya menemukan
jodoh dan menikah dengan salahsatu karyawannya sambil meneruskan kuliah di
Universitas Terbuka.
Pada tahun 1997 kuliah pun selesai dan saya di wisuda di
Jakarta dan karir pun sudah lumayan karena saya saat itu menjabat sebagai sales
supervisor di sebuah perusahaan otomotif di perusahaan otomotif lain karena
pada waktu saya menikah saya mengalah mencari kerja di tempat lain agar bisa
membagi resiko bila sewaktu-waktu terjadi masalah di tempat kerja.
Malang tak bisa ditolak, untung tak bisa di raih. Tahun 1998
krisis moneter melanda Indonesia dan negara-negara sekitarnya sehingga terjadi
pengurangan karyawan besar-besaran di perusahaan swasta. Istri masih tetap bisa bekerja sedang saya
terkena PHK.
Mencari kerja adalah bukan perkara mudah pada saat itu,
bersama dengan kawan yang mempunyai nasib sama membangun usaha kecil berupa
jasa kurir dan kargo yang berhasil sukses melampaui usaha kurir dan kargo yang
ada di Jambi lebih lama walaupun berawal dari modal seadanya.
Cobaan tidak berhenti, ternyata bisnis memang kejam. Usaha
yang dirintis dengan susah payah terpaksa harus direlakan diambil salahsatu
rekan.
Keberhasilan membangun usaha sendiri walau akhirnya harus
terlempar dari usaha yang dibangunnya ternyata dilihat seorang kawan yang
mempunyai SIUPP (Surat Ijin Penerbitan Pers), sesuatu yang sangat berharga di
kala itu. Gagal jadi pengusaha kembali ke profesional menjadi wartawan adalah
sebuah pilihan yang harus dijalani. SIUPP yang tadinya hanya merupakan surat
berharga tanpa makna akhirnya berhasil aku hidupkan dengan membuat kantor
sendiri, merekrut wartawan, training tenaga wartawan dan administrasi lainnya
hingga koran pun terbit dengan jabatan sebagai redaktur pelaksana.
Jabatan redaktur pelaksana tidak lama aku pegang karena
begitu koran sudah mulai jalan ternyata banyak orang yang merebutkan jabatan
itu karena mereka menganggap jabatan basah. Termakan fitnah, pemilik sekaligus
pemimpin redaksi akhirnya merelakan aku harus keluar karena sudah tidak sejalan
dan kebijakannya.
Keluarnya aku dari koran yang aku dirikan ternyata diikuti
oleh beberapa wartawan yang aku rekrut dan training yang meminta aku ikut
bergabung membuat koran baru karena pada waktu itu SIUPP sudah sangat mudah
seiring dengan reformasi yang terjadi di Indonesia. Akhirnya kamipun sumbangan
untuk membuat usaha koran baru dengan aku sebagai pemimpin redaksi.
Beberapa saat koran berjalan, ternyata ada satu rekan yang
mempunyai hidden agenda. Dia adalah seorang PNS, dan ketika dia termasuk
salahsatu pemilik koran maka sebuah power melekat padanya sehingga dapat dengan
mudah mengkritisi pemerintah daerah. Untuk membungkam maka diangkatlah yang
bersangkutan menjadi seorang pejabat dengan imbalan penutupan koran.
Dengan segala kewenangan yang ada pada jabatannya pintu
kantor ditutup paksa pada malam hari dan di segel sehingga kami semua pada saat
itu baik rekan-rekan investor maupun karyawan menjadi penganggur tanpa bisa
ambil sehelai kertas pun.
Petualangan berjalan kembali, saya bersama satu orang rekan
mencoba peruntungan lain. Modal yang habis pasca pembukaan dan penutupan koran
kami siasati dengan menggadaikan salahsatu sepeda motor kami dan kemana-mana
kami pergi bersama dengan menjadi penjual bunga hingga kami berdua bisa menebus
kembali sepeda motor yang digadai dan masing-masing memiliki toko bunga sendiri
sendiri.
Perjuangan dalam cerita ini sebenarnya sangat panjang karena
dalam kurun waktu setelah mempunyai toko bunga kami masih banyak mengalami
pasang surut, buka tutup usaha hingga saat ini rekan kami yang satu perjuangan
mempunyai toko bunga sekarang sama-sama sudah tutup tetapi rekan membuka rumah
sehat (pengobatan herba) yang cukup maju dan saya saat ini mempunyai usaha
laundry yang sekarang sudah jalan tahun kesembilan.
Berawal dengan membuat usaha event organizer yang membuka
training laundry yang gagal pada tahun 2011, saya akhirnya mulai belajar lagi
di S2 yang ternyata banyak ilmu yang didapat sehingga merubah paradigma
berpikir untuk bisa dibagikan ilmu dan pengalaman yang sudah didapat kepada
pemuda-pemudi Indonesia dengan menjadi dosen luar biasa mata kuliah
kewirausahaan di perguruan tinggi Jambi tercinta, tempat aku belajar hidup dan
kehidupan.
Saya lihat banyak pemuda-pemudi Jambi yang mengimpikan dan
mengidolakan bahkan dengan berbagai cara menjadi pegawai negeri. Sesuatu yang
tidak buruk, tetapi bila sudah menggunakan cara-cara yang tidak halal akan
didapat aparatur yang di masa depan sangat tidak baik. Padahal, masih banyak
bidang-bidang lain yang bisa dijadikan sandaran hidup di dunia yang fana ini
menjelang kita semua dipanggil Nya. Salahsatunya adalah menjadi seorang
pengusaha.
Melanjutkan cita-cita saya sejak kecil, saya saat ini kuliah
di S-3 manajemen pendidikan Islam dengan harapan saya mempunyai kemampuan
mengajar yang lebih baik plus pemahaman
agama tentunya. Saya tidak mengharapkan menjadi seorang profesor karena kuliah
harus linier, sementara kuliah saya di S-1 adalah jurusan Administrasi Niaga,
S-2 Manajemen dan S-3 Manajemen Pendidikan Islam.
Komentar
Posting Komentar