Langsung ke konten utama

Kebebasan dan Tanggung Jawab

KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB

1. LASTRI MEI LESTARI   
2. MAILISA YULIANDA                 
3. WANDA NUR SALEHA   

A.            KEBEBASAN
Kebebasan adalah tidak dalam keadaan diam, tetapi dapat melakukan apa saja yang dinginkan selama masih dalam norma-norma atau peraturan-peraturan yang telah ada dalam kehidupan pribadi, keluarga , masyarakat, dan Negara.
Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menyangkut semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya sesuai keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan norma-norma, aturan-aturan, dan perundang-undanganyang berlaku.
Ada dua kelompok ahli teologi yang mengungkapkan tentang masalah kebebasan atau kemerdekaan menyalurkan kehendak. Pertama kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauannya sendiri. Kedua kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk melaksanakan perbuatannya. Mereka dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan. Dalam pandangan yang kedua ini manusia tidak ubahnya seperti wayang yang mengikuti sepenuhnya kemauan dalang.
Sebagian ahli filsafat seperti Spinoza, Hucs dan Malebrache berpendapat bahwa manusia melakukan sesuatu karena terpaksa. Sementara sebagian ahli fisafat lainnya berpendapat bahwa manusia memiliki kekebasan untuk menetapkan perbuatannya. Kebebasan sebagiamana dikemukakan Ahmad Charris Zubair adalah terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan dari keterikatan kepada orang lain. Seseorang disebut bebas apabila:
1.      Dapat menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang akan dilakukannya.
2.      Dapat memilih antara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya.
3.      Tidak dipaksa atau terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan dipilihnya sendiri ataupun dicegah dari berbuat apa yang dipilihnya sendiri, oleh kehendak orang lain, Negara atau kekuasaan apapun.

          Dilihat darisegi sifatnya, kebebasan dibagi menjadi tiga, yaitu:
Pertama kebebasan jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan mempergunakan anggota badan yang kita miliki.
Kedua kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan kemungkinan untuk berpikir.
Ketiga kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan, larangan dan desakan yang tidak sampai dengan paksaan fisik.
Islam mengajarkan kebebasan yang bertanggung jawab yang bertanggung jawab dan memerhatikan norma-norma yang berlaku. Dengan kata lain, setiap orang memiliki kebebasan, ia bebas melakukan apa saja yang dikehendaki selagi ia bisa mempertanggung jawabkan dan tidak melanggar norma-norma yang ada.
Norma adalah peraturan berupa perintah dan larangan yang mengatur pergaulan kehidupan manusia. Norma ada empat jenis, yaitu:
1.      Norma agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan, dan anjuran-anjuran yang diyakini oleh pemeluknya berasal dari Tuhan.
2.      Norma kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia. Peraturan hidup itu berupa bisikan kalbu atau suara batin yang diinsafi oleh setiap orang sebagai pedoman.
3.      Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia, diikuti dan ditaaati sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia lain.
4.      Norma hukum, yaitu peraturan yang dibuat oleh penguasa Negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dan dipaksakan oleh alat Negara.

Dengan memperhatikan norma-norma diatas dapat juga dikatakan bahwa kebebasan itu adalah kepatuhan dan tunduk pada hukum. Kebebasan juga dapat diartikan sebagai kemerdekaaan seseorang tanpa ada kekangan dari pihak mana pun yang dapat menghalangi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Ada faktor eksternal yang dapat menghilangkan kebebasan. Faktor tersebut datang dari pihak asing yang menjajah dan merampas kebebasan dengan paksa. Contohnya:
1.      Kerja paksa yang banyak diperlakukan pada zaman penjajahan seperti romusa dan kerja rodi;
2.      Amerika Serikat yang mengekang kebebasan Negara-negara lain karena ia memiliki kekuatan dalam ekonomi;
3.      Tenaga-tenaga kerja wanita yang sudah hampir disamakan dengan budak;
4.      Di Prancis kebebasan wanita muslim dirampas, tidak dibenarkan memakai jilbab.

Kebebasan diikat oleh peraturan dan norma yang berlaku. Kebebasan mengandung pengertian bahwa perbuatan yang bebas dibenarkan secara hukum sepanjang tidak merugikan orang lain, tidak bertentangan dengan adat istiadat dan norma yang berlaku.

Beberapa Arti Kebebasan

1.             Kebebasan Sosial Politik
 Dalam perspektif etika, kebebasan juga bisa dibagi antara kebebasan sosial-politik dan kebebasan individual. Subyek kebebasan sosial-politik-yakni, yang disebut bebas di sini-adalah suatu bangsa atau rakyat. Kebebasan sosial-politik sebagian besarnya merupakan produk perkembangan sejarah, atau persisnya produk perjuangan sepanjang sejarah.
 Ada dua bentuk kebebasan rakyat dengan kekuasaan absolute raja, contoh piagam Magna Charta (1215), yang terpaksa dikeluarkan oleh Raja John untuk memberikan kebebasan-kebebasan tertentu kepada baron dan uskup Inggris. Kedua kemerdekaan dengan kolinialisme, contoh The Declaration of Indepndence (1766),  dimana Amerika Serikat merupakan negara pertama yang melepaskan dari kekuasaan Inggris. 

2.             Kebebasan Individual
Berbeda dengan kebebasan sosial-politik, subyek kebebasan individual adalah manusia perorangan. Dari sudut pandang perorangan, juga terdapat beberapa arti ”kebebasan” yang bisa dipaparkan di sini. Sebagai contoh, terkadang kebebasan diartikan dengan.

·                Kesewenang-wenangan
Orang disebut bebas bila ia dapat berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya. Di sini “bebas” dimengerti sebagai terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan. Dapat dikatakan bertindak semau gue itulah kebebasan. Kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan sebenarnya tidak pantas disebut “kebebasan”.
Di sini kata “bebas” disalahgunakan. Sebab, “bebas” sesungguhnya tidak berarti lepas dari segala keterikatan. Kebebasan yang sejati mengandaikan keterikan oleh norma-norma. Norma tidak menghambat adanya kebebasan, tapi justru memungkinkan tingkah laku bebas.

·                Kebebasan Fisik
 Yakni, ”bebas” diartikan dengan tidak adanya paksaan atau rintangan dari luar. Ini merupakan pengertian yang dangkal, karena bisa jadi secara fisik seseorang dipenjara, tetapi jiwanya bebas merdeka. Sebaliknya, ada orang yang secara fisik bebas, tetapi jiwanya tidak bebas, jiwanya diperbudak oleh hawa nafsunya, dan lain-lain.
 Biarpun dengan kebebasan fisik belum terwujud kebebasan yang sebenarnya, namun kebebasan ini patut dinilai positif. Jika kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan harus ditolak sebagai penyalahgunaan kata “kebebasan”, maka kebebasan fisik bisa kita hargai tanpa ragu-ragu.

·                Kebebasan Yuridis
Kebebasan ini berkaitan dengan hukum dan harus dijamin oleh hukum. Kebebasan yuridis merupakan sebuah aspek dari hak-hak manusia. Sebagaimana tercantum pada Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (HAM), yang dideklarasikan oleh PBB tahun 1948.
Kebebasan dalam artian ini adalah syarat-syarat fisis dan sosial yang perlu dipenuhi agar kita dapat menjalankan kebebasan kita secara konkret. Kebebasan yuridis menandai situasi kita sebagai manusia. Kebebasan ini mengandalkan peran negara, yang membuat undang-undang yang cocok untuk keadaan konkret.
1.       Kebebasan yang didasarkan pada hukum kodrat, sama dengan hak asasi manusia seperti dirumuskan dalam deklrasi universal. Manusia bebas bekerja, memilih profesinya dan mempunyai milik sendiri, menikah, dan banyak hal lain lagi. Terdapat pula kebebasan beragama dan hati nurani.
2.       Kebebasan yang didasarkan pada hukum positif, diciptakan oleh negara melalui penjabaran dan perincian kebebasan yang didasarkan pada hukum kodrat.

·                Kebebasan Psikologis
Adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengembangkan serta mengarahkan hidupnya. Nama lain untuk kebebasan psikologis itu adalah ”kehendak bebas” (free will). Kemampuan ini menyangkut kehendak, bahkan ciri khas. Kebebasan ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berrasio.
Jika manusia bertindak bebas, itu berarti ia tahu apa yang diperbuatnya dan apa sebab diperbuatnya. Berkat kebebasan ini ia dapat memberikan suatu makna kepada perbuatannya. Kemungkinan untuk memilih antara pelbagai alternatif merupakan aspek penting dari kebebasan psikologis.

·                Kebebasan Moral
Sebetulnya masih terkait erat dengan kebebasan psikologis, namun tidak boleh disamakan dengannya. Kebebasan moral mengandaikan kebebasan psikologis, sehingga tanpa kebebasan psikologis tidak mungkin terdapat kebebasan moral. Namun, kebebasan psikologis tidak berarti otomatis menjamin adanya kebebasan moral.
Cara yang paling jelas untuk membedakan kebebasan psikologis dengan kebebasan moral adalah bahwa kebebasan psikologis berarti bebas begitu saja (free), sedangkan kebebasan moral berarti suka rela (voluntary) atau tidak terpaksa secara moral, walaupun ketika mengambil keputusan itu seseorang melakukan secara sadar dan penuh pertimbangan (kebebasan psikologis).

·                Kebebasan Eksistensial
Kebebasan yang menyeluruh yang menyangkut seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja. Kebebasan ekstensial adalah kebebasan tertinggi. Kebebasan ekstensial adalah konteks etis. Kebebasan ini terutama merupakan suatu ideal atau cita-cita yang bisa memberi arah dan makna kepada kehidupan manusia.
Orang yang bebas secara eksistensial seolah-olah “memiliki dirinya sendiri.” Ia mencapai taraf otonomi, kedewasaan, otentisitas dan kematangan rohani. Ia lepas dari segala alienasi atau keterasingan, yakni keadaan di mana manusia terasing dari dirinya dan justru tidak “memiliki” dirinya sendiri. Kebebasan ini selalu patut dikejar, tapi jarang akan terealisasi sepenuhnya.


Beberapa Masalah Mengenai Kebebasan

1.             Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif
Beberapa tahun yang lalu, seorang filsuf politikus terkemuka, Isaiah Berlin secara resmi merangka perbedaan antara dua prespektif ini sebagai perbedaan antara dua konsep kebebasan yang berlawanan: kebebasan positif dan kebebasan negatif. sebagai dua aliran dalam filosofi politik demokratis-dua model yang membedakan John Locke dari Jean-Jacques Rousseau. Keduanya mempengaruhi motivasi hidup seseorang dalam lingkungan tertentu.
Kebebasan negatif adalah adalah bebas dari hambatan dan diperintah oleh orang lain. William Ernest Hockin, Freedom of the Pers: A Framework of Principle (1947). Hockin menyatakan definisi kebebasan berbeda dari liberalisme klasik dimana kebebasan (negatif) berarti tidak adanya batasan.
Kebebasan positif adalah tersedianya kesempatan untuk menjadi penentu atas kehidupan Anda sendiri dan untuk membuatnya bermakna dan signifikan. Kebebasan positif adalah poros konseptual tempat berkembangnya tanggung jawab sosial. Implikasi hukum dari kebebasan positif dikembangkan oleh Zechariah Chafee dalam karya dua jilid nya Government and Mass Communciation (1947).

2.             Batas-batas Kebebasan
Kebebasan mempunyai beberapa batas-batasan. Batasan ini ada agar kita bisa mengendalikan pemikiran kita mengenai kebebasan itu.

·                Faktor-faktor dari dalam
Kebebasan pertama-tama dibatasi oleh faktor-faktor dari dalam, baik fisik maupun psikis.
·                Lingkungan
Kebebasan yang dibatasai oleh lingkungan, baik ilmiah maupun sosial. Lingkungan ini sangat menentukan pandangan kita mengenai kebebasan. Karena di setiap lingkungan yang berbeda maka mereka mempunya pandangan yang berbeda pula.
·                Orang Lain
Dalam budaya Barat, undang-undanglah yang menentukan batasan kebebasan dan undang-undang ini hanya menyoroti masalah sosial yang ada. Artinya, undang-undang mengatakan bahwa kebebasan seorang tidak boleh menodai kebebasan orang lain dan membahayakan kepentingan mereka. Setiap manusia memiliki kebebasannya masing-masing dan hal tersebut menjadi pembatas bagi kebebasan menusia yang lainnya. Hak setiap manusia atas kebebasan yang sama.
Sejalan dengan ketentuan peraluran perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi.
Ayat dua (2) dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban. serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
·                Generasi-generasi mendatang
Kebebasan juga dibatasi oleh masa depan umat manusia, atau generasi mendatang. Kebebasan kita dalam menggunakan sumber daya sampai poin tertentu, sehingga generasi kedepan juga bias menggunakan alam sebagai dasar kebutuhan hidupnya, atau istilahnya adalah sustainable development (pembangunan berkelanjutan)

3.             Kebebasan dan Determenisme
Kebebasan merupakan persoalan yang, paling tidak, sama tuanya dengan usia manusia itu sendiri.persoalan kebebasan telah merambah ke wilayah politik dan ekonomi. Determinisme maksudnya adalah kejadian-kejadian dalam alam berkaitan satu sama lain menurut keterikatan yang tetap, sehingga satu kejadian pasti mengakibatkan kejadian lain. Dengan itu hubungan determinisme dan kebebasan dapat dilukiskan dengan baik. Dalam alam di luar manusia pada prinsipnya terdapat kemungkinan sepenuhnya untuk mengadakan ramalan. Kemungkinan itu hanya dibatasi oleh keterbatasan dan teknik manusia. Kemungkinan untuk meramal adalah relatif besar dalam kaitan dengan pola-pola tingkah laku kelompok besar manusia yang melakukan hal-hal normal atau yang berkelakuan secara rutin. Disini terjadi bahwa manusia mengikuti motif-motif yang berlaku bagi masyarakat kebanyakan. Kemungkinan hampir sepenuhnya untuk meramal pada perbuatan-perbuatan manusia yang dijalankan menurut suatu rencana. Keputusan yang diambil manusia perorangan pada prinsipnya tidak bisa diramalkan, terutama kalau keputusan itu menyangkut suatu hal penting.
Hampir semua filsuf, entah eksistensialis, fenomenologis, ataupun tomis membenarkan kebebasan kehendak manusia.“Kita mempunyai kesan ‘bahwa kita bebas’ karena kita tidak sadar akan motif-motif yang menetukan kita. Motif-motif itu tidak kita sadar”. Itulah bentuk determinisme dari beberapa penganut Freud.

4.             Kebebasan Dalam Islam
Rumusan pasal 18 deklarasi tentang hak-hak asasi manusia menyebutkan bahwa setiap orang berhak memiliki hak atas kebebasan berpikir, keinsafan batin dan beragama. Rumusan itu sejalan dengan  prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-qur’an. Namun dengan pengecualian bahwa islam tiddak membolehkan seorang manusia dengan dalih apa pun (dengan mempergunakan kebebasannya) lalu mengganti agamanya dari islam ke agama lain. Karena perbuatan ini digolongkan sebagai riddah (murtad) dengan sanksi yang sangat berat.
Dalam ajaran islam, kebebasan yang diberikan kepada manusia adalah kebebasan yang dipimpin oleh wahyu. Manusia bebas untuk berperilaku berlandaskan norma-norma seperti yang di gariskan dalam Al-quran. Salah satu kebebasan yang dapat disebutkan disini adalah kebebasan untuk menyatukan pendapat, namun harus dilandasi pikiran yang sehat.
Kebebasan menyatakan pendapat disalahartikan, yaitu dengan demonstrasi atau unjuk rasa. Demonstrasi adalah salah satu cara untuk menyampaikan keinginan atau aspirasi dengan sopan dan sesuai dengan cara-cara mengemukakan pendapat dalam islam. Demosntrasi merupakan suatu bentuk tekanan atau pengendalian sosial yang efektif.
Untuk mendapatkan kebebasan, diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit. Misalnya saja:
1.      Untuk bisa lepas dan bebas dari penjajahan dan hidup merdeka, harus berkorban harta, tenaga, pikiran, bahkan nyawa untuk melawan penjajah:
2.      Untuk bisa memakai jilbab di sekolah umum, para siswa telah berjuang sampai ke pengadilan;
3.      Pada zaman orde baru untuk mengemukakan pendapat telah diatur dalam pasal 28 UUD  1945

Didalam kebebasan yang dibenarkan adalah kebebasan yang tidak melanggar norma dan ajaran islam. Apabila seseorang hidup tanpa adanya peraturan tentu hidupnya kacau. Menurut Hobbes, arti kebebasan bagi setiap orang harus berdasarkan prinsip kebaikan bersama diatas oleh hak setiap orang pada umumnya, bahwa hak saya dan dalam melindungi hak dan dalam melindungi hak saya pemerintah menjaminnya.

B.            TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab secara sempit yaitu suatu usaha seseorang yang diamanahkan, harus dilakukan. Istilah dalam Islam tanggung jawab merupakan amanah. Secara luas tanggung jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk melakukan amanah secara cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan buruknya, untung rugi dan segala hal yang berhubungan dengan hal tersebut secara transparan menyebabkan orang percaya dan yakin, sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun pujian dari orang lain.
Tanggung jawab merupakan sifat yang amat baik bagi manusia. Tidak bertanggung jawab adalah sifat yang buruk. Seseorang tidak perlu bertanggung jawab terhadap hal yang tidak mengandung kemerdekaan di dalamnya. Seperti tidak meminta pertanggungjawaban pada sebatang pohon yang tiba-tiba tumbang saat seseorang melintas dan menimpa orang tersebut.
Dalam GBHN (Tap MPR No. IV/MPR/1978) disebutkan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai konsekuensi atas apa yang telah dilakukan walau apapun resikonya. Berdasarkan GBHN tahun 1998, tanggung jawab pendidikan oleh kedua orang tua terhadap anak adalah antara lain sebagai berikut:
a.       Memelihara dan membesarkannya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan, karena anak memerlukan makan dan minum, dan perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
b.       Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
c.       Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya, sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri sendiri dan membantu orang lain (hablum minannas) serta melaksanakan kekhalifahannya.
d.       Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT sebagai tujuan akhir hidup muslim. Tanggung jawab ini dikatagorikan juga sebagai tanggung jawab kepada Allah SWT.

Manusia hidup sebagai makhluk sosial tidak bisa bebas dan harus bertanggung jawab. Persoalan tanggung jawab Allah berfirman:
“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa tanggung jawab)?” (QS. Al-Qiyamah (75):36)
Allah menciptakan manusia menpunyai tujuan, yaitu sebagai khalifah di muka bumi ini. Manusia dan jin harus beribadah kepada Allah. Allah berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka (beribadah) menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat (51): 56)
Setiap manusia akan dimintakan pertanggungjawabannya di dunia dan di akhirat. Allah berfirman:
Tanyakanlah kepada mereka:” Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu. (QS. Al-Qalam (68): 40)
Pertanggungjawaban manusia tertuju kepada segala perbuatan, tindakan, sikap hidup sebagai pribadi, anggota keluarga, rumah tangga, masyarakat dan Negara. Manusia mempunyai tanggung jawab terhadap Allah dan sesame manusia, meliputi semua aspek kehidupan.
Tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya itu baik. Dalam kerngka tanggung jawab ini, kebebasan mengandung arti:
(1)     Kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri.
(2)     Kemampuan untuk bertanggung jawab.
(3)     Kedewasaan manusia.
(4)     Keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia melakukan tujuan hidupnya.
Tanggung jawab juga erat hubungannya dengan hati nurani atau intuisi yang ada dalam diri manusia yang selalu menyuarakan kebenaran. Seseorang baru dapat disebut bertanggung jawab apabila secara intuisi perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan pada hati nurani dan kepada masyarakat pada umumnya.

Tingkat-tingkat Tanggung Jawab
Sebenarnya, untuk menentukan bertanggung jawabkah seseorang kita harus melihat beberapa faktor orang tersebut. Ada hukum-hukum yang sudah mulai jelas mengenai tanggung jawab. Walau kadang kala hukum tersebut sering disalahgunakan. Namun untuk memastikan tingkat-tingkat tanggung jawab itu bukanlah suatu hal yang mudah. Jadi, bertanggung jawab haruslah sesuai dengan apa yang dilakukan seseorang, yang berkaitan dengan tugasnya dan kewajiban terhadap apa yang dilakukannya.
Mari kita memandang beberapa contoh di mana terlihat bahwa-tentang perbuatan yang kira-kira sama jenisnya – satu orang bertanggung jawab dan orang lain tidak ber­tanggung jawab, sedangkan orang lain lagi lebih atau ku­rang bertanggung jawab dibanding temannya. Semua contoh menyangkut kasus pencurian. Dengan “mencuri” kita mak­sudkan: mengambil barang milik onang lain tanpa izin. Yang terjadi dalam semua contoh ini adalah bahwa orang mengam­bil tas milik orang lain berisikan satu juta rupiah tanpa izin pemiliknya. Kita bisa membayangkan kasus-kasus berikut ini, lalu mempelajari derajat tanggung jawabnya. Bagaimana tingkat tanggungjawab dari kasus dibawah ini apakah yang bersangkutan bisa dikenakan sanksi pencurian:
·                Ali mencuri tapi ia tidak tahu bahwa ia mencuri.
Ali mengambil tas milik orang lain berisikan uang 100 juta rupiah, karena ia berpikir tas itu adalah tas miliknya sendiri. Maklumlah, warna dan bentuknya persis sama dengan tas yang menjadi miliknya.
·                Budi mencuri, karena dia seorang kleptoman.
Budi juga mengambil tas berisikan uang milik orang lain tapi ia menerima kelainan jiwa yang disebut "kleptomani", yaitu ia mengalami paksaan batin untuk mencuri.
·                Cipluk mencuri, karena dalam hal ini ia sangka ia boleh mencuri.
Cipluk ini seorang janda yang mempunyai lima anak yang masih kecil. Mereka sudah beberapa hari tidak dapat makan, karena uangnya sudah habis sama seakali. Ia sudah menmpuh segala cara yang dapat dipirkan untuk memperolah makanan yang dibutuhkan. Mengemispun ia sudah coba. Tapi sampai sekarang ia gagal terus. Pada suatu ketika kebetulan ia mendapat kesempatan emas untuk mencuri tas berisikan uang. Cipluk berpendapat bahwa dalam hal ini ia boleh mencuri.
·                Darso mencuri karena orang lain memaksa dia dengan mengancam nyawanya.
 Karena perawkannya pendek, Darso dipaksa oleh majikannya untuk masuk kamar seseorang melalui lobang kisi-kisi di atas pintu, guna mengambil tas berisikan uang yang terdapat disitu. Kalu ia menolak ia akan disiksa dan barangkali dibunuh. darso tidak melihat jalan lain daripada menuruti perintahnya.
·                Eko mencuri karena dia tidak bisa mengendalikan nafsunya.
 Eko juga mencuri uang satu juta rupiah yang oleh pemiliknya disimpan dalam sebuah tas. Disaat tidak ada orang yang melihat, ia mengambil tas itu dan langsung kabur. si Eko sudah lama mencita-citakan akan mempunyai televisi berwarna. Eko berasal dari keluarga pencuri profesional. Ayahnya mencari nafkah dengan mencuri. Demikian juga kakak-kakaknya. Sedari kecil kecil ia sudah diajak oleh saudaranya untuk ikut serta dalam kegiatan jahat mereka. Mencuri bagi dia menjadi hal yang seba biasa, hati nuraninya juga tidak menegur lagi. Ia hampir tidak bisa membayangkan cara hidup lain.

Tanggung Jawab Kolektif
Disamping tanggung jawab personal, kita kenal juga yang disebut dengan tanggung jawab kolektif atau tanggung jawab kelompok. Tanggung jawab kolektif bukan tanggungjawab struktural (seperti tanggung jawab kelompok mafia atau perusahaan) tetapi bahwa orang A, B, C, D, dan seterusnya, secara pribadi tidak bertanggungjawab, tetapi semuanya bertanggungjawab sebagai kelompok. Paham tentang tanggung jawab kolektif secara moral sulit untuk dimengerti, karena sulit untuk mengakui suatu kesalahan yang tidak secara langsung kita lakukan.



C.            HATI NURANI
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar inilah  munculah aliran intisisme, yaitu paham yang mengatakan bahwa perbuatan yang baik sesuai dengan kata hati, sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan kata hati atau hati nurani.
Karena sifatnya yang demikian itu, maka hati nurani harus menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau membelenggu hati nuraninya, karena kebebasan yang demikian itu pada hakikatnya adalah kebebasan yang merugikan secara moral.
Dari pemahaman kebebasan yang demikian itu, maka timbulah tanggung jawab yaitu bahwa kebebasan yang diperbuat itu secara hati nurani dan moral harus dapat dipertanggunjawabkan. Disitulah letak hubungan antara kebebasan tanggung jawab dan hati nurani.

Ciri-ciri hati nurani adalah sebagai berikut:
1.       Apabila kekuatan mengiringi sesuatu perbuatan, dapat memberi petunjuk dan membimbing dari kemaksiatan.
2.       Apabila kekuatan  mengiringi sesuatu perbuatan, dapat mendorongnya untuk menyempurnakan perbuatan yang baik dan menahan perbuatan yang buruk.
3.       Apabila kekuatan menyusul setelah perbuatan, dapat merasa gembira dan senang. Jika perbuatan kesalahan dia merasa sakit dan pilu, karena kesalahan itu.
Hati nurani timbul dari hati yang paling dalam. Perintah kepada seseorang supaya melakukan kewajiban dan jangan sampai menyalahinya. Contonya, melihat seseorang jatuh di jalan, saat itu tidak ada orang, maka hati nurani berkata, biarlah saya tolong. Ia timbul seketika itu. Hati nurani mempunyai tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1.       Perasaan melakukan kewajiban karena ibadah kepada Allah.
2.       Perasaan mengharuskan mengikutinya apa yang telah diperintahkan.
3.       Perasaan yang seharusnya mengikuti apa yang dipandang dirinya benar.
4.       Perasaan melakukan kewajban karena takut kepada Allah bukan pada manusia atau lainnya.

Hati nurani setiap orang berbeda-beda. Hal ini disebabkan berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1.             Faktor masa lampau.
Berabad-abad yang lalu perbudakan itu adalah hal yang biasa dan perempuan diperlakukan sebagai pemuas nafsu adalah hal yang lumrah. Namun sekarang, di manapun di dunia ini mencela dan mengecamnya. Ini menunjukkan bahwa hati nurani orang dahulu tidaklah sebaik hati nurani orang zaman sekarang. Pada zaman itu hati nurani mereka tidak peka, tidak tanggap dan menyalahi fitrah manusia.
2.             Faktor perbedaan waktu
Terkadang ia menyaksikan sesuatu yang baik di dalam suatu waktu sehingga bila meningkat dikiranya ia melihatnya buruk dan begitu sebaliknya. Misalnya, seseorang selalu berselisih dengan tetangganya. Ada saja yang diperdebatkan, sebenarnya bisa diselesaikan dengan damai. Namun, setahun berikutnya mereka jarang berkelahi. Mereka telah menyadari bahwa perselisihan itu tidak baik.
Sebuah contoh nyata tentang hati nurani adalah seorang presiden belum tentu lebih mempergunakan hati nuraninya bila dibandingkan dengan seseorang rakyat jelata. Seperti halnya, Presiden Amerika Serikat J.W. Bush atau Tony Blair yang tampak tidak punya hati nurani. Mereka mengobrak-abrik Irak dan negara Islam dengan berbagai alasan yang dibuat-buat. Amerika Serikat boleh memiliki kecerdasan, kekayaan, kekuasaan namun tidak ada hebatnya tanpa hati nurani.
Para Yahudi Israel yang selalu mengusik dan memusuhi umat Islam dan mereka melakukan pembantaian, penganiayaan di berbagai negara Islam, dengan dalih teroris. Padahal kenyataannya justru mereka itulah sebagai teroris dunia yang nyata. Mereka adalah contoh manusia yang tidak mempergunakan hati nuraninya. Allah SWT berfirman:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al-Baqarah (2): 120)
Hati nurani mendorong pada kebaikan dan setiap manusia memilikinya. Timbul pertanyaan mengapa masih ada juga orang-orang jahat seperti pembunuh, penjahat, pezina dan lainnya. Alasannya karena tidak semua orang menyadari keberadaan hati nurani dan saat mereka menyadarinya mereka enggan untuk mengikutinya. Setelah terjadi hal buruk barulah mereka menyesal. Penyesalan tidak datang sebelum terjadi.
Sebagai seorang muslim yang beriman dan bertaqwa, wajib mempergunakan pikiran hati nurani. Seorang muslim harus mampu membedakan mana yang merupakan hati nurani dan mana yang merupakan bisikan setan yang terkutuk. Untuk bisa membedakannya, harus disadari keberadaannya di dalam diri dan mempergunakannya.

D.            HUBUNGAN KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB DAN HATI NURANI DENGAN AKHLAK
Suatu perbuatan baru dapat dikatagorikan sebagai perbuatan akhlak atau perbuatan yang dapat dinilai berakhlak, apabila perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan sendiri, bukan paksaan dan bukan pula di buat-buat dan dilakukan dengan tulus ikhlas. Untuk mewujudkan perbuatan akhlak yang ciri-cirinya demikian baru bias terjadi apabila orang yang melakukannya  memiliki kebebasan atau kehendak yang timbul dalam dirinya sendiri. Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara bebas. Disinilah letak  antara kebebasan dan perbuatan akhlak.
Selanjutnya perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas kemauan sendiri bukan paksaan. Perbuatan yang seperti inilah yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya dari orang yang melakukannya. Dinilah letak hubungan antara tanggung jawab dengan akhlak.
Dalam hal itu perbuatan akhlak juga harus muncul dari keikhlasan hati yang  melakukannya, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada hati sanubari, maka hubungan akhlak dengan kata hati menjadi demikian penting.
Dengan demikian, masalah kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalkan pembahasan mengenai kebebasa, tanggung jawab dan hati nurani.

E.            KESIMPULAN
Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa kebebasan adalah tidak dalam keadaan diam, tetapi dapat melakukan apa saja yang dinginkan selama masih dalam norma-norma atau peraturan-peraturan yang telah ada dalam kehidupan pribadi, keluarga , masyarakat, dan Negara.
Tanggung jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk melakukan amanah secara cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan buruknya, untung rugi dan segala hal yang berhubungan dengan hal tersebut secara transparan menyebabkan orang percaya dan yakin, sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun pujian dari orang lain.
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan.
Kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor dominan yang menetukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalkan pembahasan mengenai kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.

Disadur dari:
http://teguh-s--fpsi10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71045-Umum-Kebebasan%20dan%20Tanggung%20Jawab.html
http://lucyagustina94.blogspot.co.id/2013/04/kebebasan-tanggung-jawab-dan-hati-nurani_1136.html
http://ifaayu.blogspot.co.id/2013/11/hubungan-kebebasan-tanggung-jawab-dan.html





Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERSPEKTIF ILMU, SENI, DAN AGAMA DALAM KHAZANAH ILMU PENGETAHUAN, BUDAYA, DAN PERADABAN

PERSPEKTIF ILMU, SENI, DAN AGAMA DALAM KHAZANAH ILMU PENGETAHUAN, BUDAYA, DAN PERADABAN A.    PENDAHULUAN Saat ini kemajuan ilmu dan pengetahuan sedemikian pesatnya. Banyak fenomena aneh di masa lalu kini adalah merupakan kejadian biasa dan bisa dijelaskan secara nalar ilmiah. Sebagai contoh misalnya telefon yang bisa menghubungkan antarasatu orang dengan orang lain di benua yang berbeda, radio, televisi, internet yang bisa membawa kabar berita pada waktu yang bersamaan sampai pesawat terbang yang bisa menerbangkan manusia hingga ke luar angkasa dan lain sebagainya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentu saja membawa dampak baik yang positif maupun negatif. Kemajuan itu juga tentunya seakan memberi definisi lain hubungan antara ilmu pengetahuan dengan agama, budaya dan peradaban. Agama sebagai wahyu yang berasal dari Tuhan pada hakekatnya adalah sumber dari kebenaran dan ilmu pengetahuan tidak mungkin salah. Budaya dan peradaban yang merupakan hasil akal bu...

Etika Profesi Sistem Informasi

ARTIKEL ETIKA PROFESI SISTEM INFORMASI 1201095 WIRA LUCIANA 1201174 IVO YAYAN MARIAYAN 1201224 HERLINA             PROGRAM STUDI SISTIM INFORMASI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER(STMIK) NURDIN HAMZAH    TAHUN 2015 ETIKA DALAM SISTEM INFORMASI P erkembangan   teknologi komputer sebagai sarana informasi memberikan banya keuntungan. Salah satu manfaatnya adalah bahwa informasi dapat dengan segera diperoleh dan pengambilan keputusan dapat dengan cepat dilakukan secara lebih akurat, tepat dan berkualitas. Namun, di sisi lain, perkembangan teknologi informasi, khususnya komputer menimbulkan masalah baru. Bahwa banyak sekarang penggunaan komputer sudah di luar etika penggunaannya, misalnya: dengan pemanfaatan teknologi komputer, dengan mudah seseorang dapat mengakses data dan informasi dengan cara yang ti...